Sabtu, 13 Maret 2010

DIENG PLATEAU - NEGERI DI ATAS AWAN

(Alia Risyamaya Dewi - Dieng Plateau) “kau mainkan untukku, sebuah lagu, tentang negeri di awan…dimana kedamaian menjadi istananya...” 
Lagu dari Katon Bagaskara itu pas banget untuk menggambarkan suasana yang saya temui di Dieng, sebuah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah yang sempat membuat saya mengkhayal ”benar-benar ada negeri di atas awan”.  Perjalanan ke Dieng diawalii dengan bis Jakarta-Wonosobo yang membawa saya menghirup udara segar kota Wonosobo di pagi hari ditemani hujan rintik-rintik. Sempat was-was, jangan-jangan sepanjang hari bakal gerimis, tapi setelah beristirahat dan mandi sebentar di hotel, saya bulatkan tekad untuk segera menyambangi kawasan Dieng sambil berharap mudah-mudahan cuaca di Dieng lebih ramah. 
Wonosobo-Dieng ditempuh selama kurang lebih 1 jam perjalanan. Sebenarnya sejak di Wonosobo, udara dingin sudah terasa, tapi katanya Dieng jauh lebih dingin. Suhu udara disana sekitar15-20oC di siang hari dan bahkan saat pagi hari di bulan Juli, suhu bisa mencapai 0oC. Wah, bekal jaket, kupluk, syal, sarung tangan, komplit dengan sepatu dan kaos kaki mesti siap sedia nih kalau ga mau masuk angin.
Wisata Alam
Selama perjalanan menuju Dieng, kabut tebal turun ke jalanan, membuat saya tidak bisa melihat pemandangan di kanan-kiri jalan. Serasa menembus awan putih pekat. Sempat terlihat Gardu Pandang Dieng dimana kita bisa melihat kawasan Dieng dari sana. Tapi berhubung kabut tebal, saya mengurungkan niat, terutama mengingat udara dingin yang bisa membuat gigi bergemeletuk. 
Saat pintu gerbang ”Dieng Plateau Area” mulai terlihat, kabut tiba-tiba menghilang digantikan cuaca yang cukup cerah dan pemandangan hijau menyejukkan mata. Oh iya, untuk masuk kawasan Dieng, kita diharuskan membayar retribusi 2 kali. Setelah membayar, kita akan dibekali peta kecil penunjuk tempat-tempat yang bisa kita kunjungi selama disana. Tiket tersebut berlaku sebagai tiket terusan dan harganya dibedakan untuk turis asing dan domestik. Beruntung bagi yang domestik seperti saya karena pasti harganya lebih murah.
Karena suhu udara yang mendukung dan juga suburnya tanah di kawasan Dieng, banyak penduduk yang bekerja sebagai petani dan menanam bermacam-macam sayuran. Salah satunya kentang dan kubis. Waktu saya lewat, terlihat para petani sedang panen. Kubis segar dikumpulkan dan ditumpuk rapi di mobil bak terbuka, siap untuk diantar ke pasar. Rasanya ingin sekali turun dan ikut panen, mungkin saja bisa dapat gratis beberapa buah untuk oleh-oleh.
Di kawasan Dieng banyak sekali objek wisata alam yang bisa kita kunjungi. Mulai dari Gunung Sindoro tempat kita bisa melihat sunrise, telaga warna, telaga merdada, kawah candradimuka, kawah sikidang, dan lain-lain. Setelah sempat nyasar ke area PLTU, akhirnya saya sampai di kawah sikidang. Area kawah tertutup kabut tebal membuat saya hampir tidak bisa melihat apa-apa. Dari jauh kawah sikidang terlihat seperti lapangan dengan beberapa kolam belerang berwarna putih, tapi untungnya, kabut mulai menghilang sedikit demi sedikit jadi saya bisa berjalan agak masuk dan melihat rimbunnya pepohonan di balik area kawah tersebut. Pemandangan yang cukup kontras dengan area kawah yang putih. 
Di luar area kawah, berjejer kios-kios yang menjajakan oleh-oleh khas Dieng seperti keripik jamur, manisan carica (buah semacam pepaya yang hanya bisa diperoleh di Dieng), sampai obat kuat khas Dieng, Purwaceng. Selain itu juga ada bunga abadi, edelweiss, yang dijual dalam berbagai warna. Saking dinginnya, saat saya mencoba keripik jamur yang baru dibuka kemasannya, rasanya seperti makan keripik yang baru keluar darifreezer. 
Di sekitar area ini juga banyak terlihat anak-anak kecil berambut gimbal yang merupakan fenomena tersendiri di Dieng. Anak-anak ini terlahir dengan rambut gimbal dan rambut ini hanya bisa dipangkas habis melalui serangkaian upacara adat semacam selametan. 
Wisata Budaya
Selain wisata alam, Dieng juga menawarkan wisata budaya dengan banyaknya candi peninggalan agama Hindu. Sayangnya cuaca cerah tidak bertahan lama. Hujan mulai dari gerimis sampai deras kembali menemani perjalanan saya selama disana. Tapi, demi melihat kawasan candi dari dekat, kedua tangan jadi 100% diberdayakan. Satu untuk payung dan satu lagi untuk kamera. Prinsipnya, yang namanya keindahan kan harus diabadikan.
Candi terbesar di Dieng adalah kawasan Candi Arjuna yang letaknya dekat pintu masuk kawasan Dieng. Sementara itu, candi-candi lain seperti Candi Bima dan Candi Gatotkaca adalah candi tunggal yang letaknya tersebar di beberapa lokasi. 
Biasanya candi tunggal ini terletak di tengah suatu lapangan kecil dengan hamparan rumput hijau. Sementara kawasan Candi Arjuna lebih luas dengan jejeran beberapa candi yaitu Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, dan Candi Semar, sesuai dengan nama tokoh-tokoh di cerita Pandawa. Sebelumnya ada lebih banyak candi di kawasan ini, tapi sekarang hanya tinggal tersisa beberapa.
Perut Juga Ingin Ikut Wisata
Puas berwisata alam dan budaya, perut juga menuntut ikut wisata. Penasaran dengan Mie Ongklok yang konon katanya cuma ada di Wonosobo, saya kembali ke Wonosobo dan menemukan warung makan kecil ”Mie Ongklok Bu Umi”. 
Mie Ongklok adalah mie yang disajikan dengan kuah kanji kental plus potongan kubis dan kucai. Kuah yang kental itu lama-lama menjadi lumer dan bercampur dengan mie yang teksturnya lebih lembut dibanding mie pada umumnya. Mie ini tambah sedap dengan tambahan sate sapi yang selalu menemani penyajiannya. Ditambah sambel ulek pedas, hmmm makin nikmat dan hangat di perut setelah menggigil kedinginan di Dieng. 
Pokoknya kalau sempat ke Wonosobo, jangan sampai melewatkan mie yang satu ini. Saya sudah browsing dan tidak menemukan satu pun penjualnya di Jakarta. 
Akomodasi
Kalau ingin bermalam di Dieng, kita bisa menyewa kamar di homestay seperti Hotel Bu Jono atau Dieng Plateau Homestay. Tapi kalau tidak tahan dingin, kita bisa turun dan menginap di Wonosobo. Dari Wonosobo-Dieng banyak angkutan umum yang bisa kita temui di terminal bis Wonosobo. Dan kalau mau berkeliling kawasan Dieng, kita bisa menyewa ojek. Lebih praktis karena mereka paham betul kawasan itu dan tentunya menghemat waktu tanpa perlu takut kesasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar